Jenis - Jenis Kerusakan Pada Bahan Pangan Anda

star
Suatu bahan disebut rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan.

Jenis-jenis kerusakan bahan pangan
A. Kerusakan Mikrobiologis
Bermacam-macam mikroba seperti kapang, bakteri dan ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil pertanian. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau dengan mendegradasi makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil.

Contoh ;
- Karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai jumlah atom karbon yang rendah.
- Protein dapat dipecahkan menjadi gugusan peptida dan senyawa amida serta gas amoniak.
- Lemak dapat pecah menjadi gliserol dan asam-asam lemak.

Dengan terpecahnya karbohidrat (pati, pektin atau selulosa), maka bahan dapat mengalami pelunakan. Terbentuknya asam dapat menurunkan pH dan terbentuknya gas-gas hasil pemecahannya dapat mempengaruhi bau dan citarasa bahan.

Kerusakan mikrobiologis ini merupaka bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang di produksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.

Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terdapat pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan. Makanan dalam kaleng atau dalam botol dapat rusak dan kadang-kadang berbahaya karena dapat memproduksi racun. Kerusakan susu pada umumnya disebabkan oleh mikroba. Terdapat bakteri tuberkulose yang membahayakan kesehatan konsumen.

Bahan-bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang masih sehat atau segar. Karena bahan yang sedang membusuk mengandung mikroba-mikroba yang masih muda dan dalam pertumbuhan ganas (log phase), sehingga dapat menular dengan cepat ke bahan-bahan lain yang ada didekatnya.

B. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan karena benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Waktu pelemparan bahan ke dalam unggukan atau ke dalam wadah banyak menyebabkan terjadinya saling benturan satu sama lain atau dengan dinding wadah. Penanganan bahan pangan khususnya buah-buahan dan sayuran akan banyak menghasilkan kerusakan mekanis.


Kerusakan mekanis tersebut dapat terjadi pada waktu buah dipanen dengan alat. Misalnya mangga, durian yang dipanen dengan galah bambu dapat rusak oleh galah tersebut atau memar karena jatuh terbentur batu atau tanah keras.

Beberapa umbi-umbian mengalami cacat karena tersobek atau terpotong oleh cangkul atau alat penggali yang lain. Tertindihnya bahan-bahan pangan oleh benda lain dapat menyebabkan kerusakan bahan secara mekanis. 

Banyak kerusakan mekanis tersebut terjadi selama pengangkutan. Barang-barang yang di angkut secara bulk transportation, bagian bawahnya akan tertindih dan tertekan dari bagian atas dan sampingnya sehingga mengalami pememaran, apalagi dalam kendaraan yang sedang berjalan, seolah-olah bahan-bahan yang ada di dalam digoncangkan dengan kuat, sehingga banyak mengalami kerusakan mekanis.

Kerusakan mekanis juga dapat disebabkan karena bahan jatuh dari tangga atau alat pengangkutan, sehingga terbentur dengan benda-benda keras seperti batu atau tanah, yang dapat mengalami pemearan dan kerusakan. Semua bentuk kerusakan tersebut disebut kerusakan mekanis.

C. Kerusakan Fisik dan Kimia
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya dalam pengeringan terjadi case hardening. Dalam pendinginan terjadi chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama sehingga kegosongan juga merupakan kerusakan fisik.

Kerusakan dingin (chilling injuries) ini mungkin disebabkan oleh suatu toksin yang terdapat dalam jaringan hidup. Dalam keadaan netral, toksin ini dapat dinetralkan (detoksifikasi) oleh senyawa lain. Didalam tanaman diduga toksin yang dikeluarkan adalah asam chlorogenat yang dapat dinetralkan oleh asam askorbat. Tetapi pada proses pendinginan (chilling) kecepatan produksi toksin akan bertambah cepat, sedangkan detoksifikasi menurun, sehingga sel-sel akan keracunan, mati dan kemudian membusuk.


Kemungkinan lain disebabkan oleh adanya 2 macam lemak yang terdapat dalam mitokondria yaitu asam lemak yang peka terhadap pendinginan dan asam lemak yang tahan terhadap pendinginan. Diduga bahwa asam lemak yang peka terhadap pendinginan adalah asam linolenat, sedangkan asam lemak yang tahan terhadap pendinginan adalah asam palmitat. Apabila kadar asam linolenat yang terdapat dalam mitochondria lebih besar daripada asam palmitat, maka bahan akan peka terhadap pendinginan. Demikian pula sebaliknya, apabila kadar asam palmitat lebih besar pada asam linolenat, maka bahan akan tahan terhadap pendinginan.

Ada beberapa teori mengenai freezing injuries, diantaranya menurut teori yang terbaru adalah disebabkan karena air terdapat diantara sel-sel jaringan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es tersebut makin lama akan menjadi besar dengan cara menyerap air dari dalam sel-sel disekitarnya sehingga sel-sel menjadi kering. Akibat dehidrasi ini, ikatan sulfihidril (-SH) dari protein akan berubah menjadi disulfida (-S-S-) sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang, demikian juga enzim akan kehilangan fungsinya sehingga metabolisme berhenti dan sel-sel akan mati, kemudian membusuk. Pecahnya telur yang didinginkan atau rusaknya bahan yand dibekukan karena sel-sel mengalami pemecahan adalah merupakan akibat dari kerusakan fisik.

Penyimpanan dalam gudang yang basah dapat menyebabkan bahan dapat menyerap air, misalnya terjadi hardening pada tepung-tepungan yang kering sehingga tepung-tepung tersebut mengeras atau membatu. atau proses pengeringan yang tidak tepat pada tepung albumen dapat mengakibatkan hilangnya daya buihnya atau menyebabkan daya rehidrasi yang sangat rendah. Kerusakan-kerusakan yang terjadi karena lembabnya penyimpanan dapat menyebabkan aw (water activity) dari bahan meninggi, sehingga memberi peluang terjadunya kerusakan mikrobiologis. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.

Penggunaan suhu terlalu tinggi dalam pengolahan bahan pangan menyebabkan citarasa menyimpang dan kerusakan terhadap kandungan vitaminnya. Penggunaan suhu tinggi tersebut menyebabkan thermal degradation senyawa-senyawa dalam bahan sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan mutu bahan. Adanya sinar juga dapat merangsang terjadinya kerusakan bahan, misalnya pada lemak.

Terjadinya noda-noda hitam pada makanan kaleng yang disebabkan oleh senyawa FeS adalah merupakan kerusakan kimia yang disebabkan karena coating atau enamel dari lapisan dalam kaleng tidak baik dan mengadakan reaksi dengan HS yang diproduksi oleh makanan tersebut.

Reaksi browning pada beberapa bahan dapat terhadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning secara non-enzimatis ini dapat menyebabkan timbulnya warna coklat yang tidak diinginkan, dan hal ini termasuk kerusakan kimiawi

D. Kerusakan Biologis
Yang dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia).

Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang terakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis, karena itu daging mudah rusak atau membusuk bila disimpan pada suhu kamar. Keadaan yang serupa juga dialami oleh beberapa buah-buahan.

Bila hewan ternak dipotong, maka akan terjadi penghentian sirkulasi darah yang membawa oksigen kejaringan otot (daging), hal ini akan membatasi terjadinya metabolisme aerobik. Karena keadaan tersebut, maka sistem metabolisme akan menjadi anaerobik yang dapat menghasilkan asam laktat. Hal ini akan menyebabkan pH turun sehingga menjadi 5,6 - 5,8. Dengan turunnya pH, metabolisme anaerobik menjadi menjadi lambat dan jumlah ATP menipis sehingga daging mengeras (rigor mortis) kemudian kembali lunak dan proses autolisis akan berlangsung sehingga daging menjadi rusak.

Pada perubahan pH, misalnya suatu jenis pigmen dapat mengubah warna, seperti khlorofil dan antosianin. Penyimpangan warna normal sering diartikan dengan kerusakan. Demikian juga terhadap protein yang oleh perbedaan pH dapat mengalami denaturaasi dan penggumpalan. Disamping itu, pemanasan suatu bahan yang mengandung protein, juga dapat menyebabkan denaturasi dan penggumpalan.

Referensi :

Muchtadi T R. Sugiyono. 2013. Prinsip & Proses Teknologi Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung


Jenis - Jenis Kerusakan Pada Bahan Pangan Anda


star

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Baik dan Sopan :)